Read more: http://farhanshare.blogspot.com/2012/09/cara-agar-artikel-blog-tidak-bisa-di_1.html#ixzz2EVzisbxu "I AM NURSE" How About You?: Askep Jiwa PK

Jumat, 07 Desember 2012

Askep Jiwa PK

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN


1.       Pengertian
v Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
v   Perasaan marah, normal bagi tiap individu namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif
v    Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap. Diri sendiri orang lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen, 1995)
v      Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal maupun fisik (ketner et al., 1995)
(Gambar 1.)


Respons pasif dan melarikan diri atau respons melawan dan menantang. Respons melawan dan menantang merupakan respons yang maladaptif yaitu agresif-kekerasan. Perilaku yang ditampakkan dimulai dari yang rendah sampai tinggi, yaitu:
v  Asertif                :
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberi ketenangan.
v  Frustasi               :
Individual gagal mencapai tujuan kkepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
v  Pasif                   :
Individu tidak dapat mengungkapkan pearasaannya.
v  Agresif                :
memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
v  Kekerasan          :
sering juga disebut gaduh-gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a.       Psikologis
kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan.
b.      Perilaku
reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
c.       Sosial Budaya
budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive)
d.      Bioneurologis
banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotrasmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan

      Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal :
-          Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dll
-          Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dll

Tanda dan Gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke Rumah Sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara:
1.      Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
2.      Wawancara diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

Masalah Keperawatan
a.       Perilaku kekerasan
b.      Risiko Mencederai
c.       Gangguan harga diri: HDR

      Pohon Masalah
Gambar 2.Pohon Masalah Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan
                                  

Diagnosa Keperawatan
a.       Risiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

2.      Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Umum       : Klien tidak mencederai orang lain
Tujuan Khusus      :
Manajemen perilaku kekerasan klien dapat:
  1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
  2. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
  3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
  4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
  5. Mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan
  6. Mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol
  7. Mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
  8. Menggunakan obat dengan benar

Pada saat terjadi perilaku kekerasan
Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku kekerasan
3.      Tindakan keperawatan
1.1      Bina hubungan saling percaya
1.1.1        Salam terapeutik dan empati
1.1.2        Perkenalan
1.1.3        Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4        Ciptakan lingkungan yang tenang
1.1.5        Buat kontrak yang jelas
1.2     Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3     Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab (orang lain, situasi, diri sendiri) perasaan 
          jengkel/kesal

2.1     Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal: tanda-tanda 
          agresif, kekerasan
2.2     Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
2.3     Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien

3.1     Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
3.2     Bantu klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (yang 
          tidak membahayakan)
3.3     Bicarakan dengan klien: “Apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai?

4.1    Bicarakan akibat/kerugian dari acara yang digunakan klien
4.2     Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien
4.3     Tanyakan pada klien :”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”

5.1   Tanyakan pada klien: “Apakah ia mengetahui cara lain yang sehat?”.
5.2   Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
5.3   Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat:
5.3.1   Secara fisik: tarik nafas dalam jika sedang kesal, atau memukul bantal/kasur, atau olahraga, atau pekerjaan yang memerlukan tenaga
5.3.2   secara verbal: katakan bahwa anda sedang kesal/tersinggung/jengkel: “Saya kesal anda berkata seperti itu: “Saya marah karena mama tidak memenuhi keinginan saya”.
5.3.3  Scara sosial: latihan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat: latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan (MPK)
5.3.4   Secara Spiritual: Sembahyang, berdoa atau ibadah lain: meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu pada Tuhan kekesalan/kejengkelan.
      (Diskusi ini dapat dilakukan dalam beberapa kali pertemuan)
6.1    Bantu klien memilih cara yang disukai/cocok untuk
6.2    Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari pada saat klien jengkel/kesal
6.3    Diskusikan dengan klien manfaat cara yang telah digunakan
6.4    Beri pujian atas keberhasilan klien

7.1   Buat kontrak dengan keluarga pada saat membawa klien dirawat di Rumah Sakit
7.1.1        Pertemuan rutin dengan perawat
7.1.2        Pertemuan keluarga-keluarga
7.2   Bantu Keluarga mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
7.2.1        Siapa yang dapat merawat klien
7.2.2        Fasilitas yang dimiliki keluarga di rumah
7.3   Jelaskan cara-cara merawat klien pada keluarga (5.3)
7.4   Latih keluarga cara-cara merawat klien di rumah termasuk obat (7)

8.1   Jelaskan dan tunjukkan obat yang harus diminum klien pada klien dan keluarga
8.2   Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti obat tanpa izin dokter
8.3   Jelaskan prinsip benar minum obat: baca nama yang tertera pada botol obat, baca dosisnya,
        baca waktu memakannya, baca caranya (minum)
8.4   Anjurkan klien minum obat dan minum obat tepat waktu
8.5   Anjurkan klien melapor pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan
8.6   Beri pujian jika klien minum obat dengan benar

Pada saat terjadi kekerasan
9.1    Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah
9.2    Jika harus dilakukan pembatasn gerak:
9.2.1        Jangan lakukan sendiri, minimal ada 2-3 orang. Satu orang jadi leader
9.2.2        Bicara pada klien sesuai protokol pengekangan/pembatasan gerak (lihat pedoman pengekangan/pelepasan)

Hasil yang diharapkan
Pada Klien:
  1. Klien mampu menggunakan cara yang sehat jika kesal/jengkel (fisik, verbal, sosial, spiritual)
  2. Klien tidak melakukan perilaku kekerasan
  3. Klien menggunakan obat dengan benar
  4. Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari (boleh dibuat jadual)
Pada Keluarga:
  1. Keluarga mampu merawat klien
  2. Keluarga mengetahui kegiatan yang perlu dilakukan di rumah (boleh dibuat jadual)
  3. Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar dan waktu follow-up

Tim krisis prilaku kekerasan
Tim krisis prilaku kekerasan terdirir dari ketua tim krisis yang berperan sebagai pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua) orang ketua tim adalah perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penagnggung jawab “shif”, perawat primer , ketua tim atau staf perawat , yang penting ditetapkan sebelum melakukan tindakan, anggota tim krisis dapat staf perawat, dokte atau konselor yang telah terlatih menangani krisis.
Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut (stuart&laraia,1998)
§  Tunjuk ketua tim krisis
§  Susun anggota tim krisis
§  Bertahu pertugas keamanan jika perlu
§  Pindahkan klien lain dari area penanganan
§  Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
§  Uraikan rencana penanganan pada tim
§  Tunjuk anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien
§  Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif
§  Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
§  Berikan obat sesuai program terapi dokter
§  Pertahankan sikap yang tenang dan konsistensi terhadap klien
§  Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim
§  Jelaskan kejadian pada klien dan staf lain jika di perlukan
§  Integrasikan klien kembali padalingkungan secara tertahap
1.      Pembatasan gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan tujuan melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya, istilah yang biasa digunakan di rumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar isolasi klien di batasi pergerakan karena dapat mencederai orang lain atau di cederai orang lain, membutuhkan pembatasan interaksi dengan orang lain dan memerlukan pengurungan stimulus dari lingkungan (stuart & laraia,1998)
Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut :
§  Tunjuk ketua tim krisis
§  Jelaskan tujuan, prosedur  dan lama tindakan pada klien dan staf lain
§  Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang prilaku yang diperlukan untuk mengakhiri
§  Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya
§  Bantu klien menggunakan metode kontrol diri yang di perlukan
§  Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri, dan kebersihan kamar
§  Lakukan supervisi secara periodik untuk memantau dan memberikan tindakan keperawatan yang di perlukan
§  Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap
§  Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon klien dan alasan penghentian pembatasan gerak

Pengekangan/ pengikatan fisik
Pengekangan dilakukan jika perilaku klien berbahaya melukai diri sendiri atau orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain tidak bermanfa’at.
Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai klien (stuart dan larai, 1998), tindakan pengekangan adalah disertai dengan penggunaan obat psikotropik (duxbury:1999).

Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (stuart dan laraia: 1998)
§   Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri klien berkurang karena pengekangan
§   Siapkan jumlah staff yang cukup dengan alat pengekangan yang aman dan nyaman
§   Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim
§  Jelaskan tujuan prosedur dan lamanya pada klien dan staff agar dimengerti dan bukan hubungan
§   Jelaskan perilaku yang mengindikasikan penglepasan pada klien dan staff
§  Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur, ikat dengan posisi anatomis agar ikatan tidak terjaungkau klien
§   Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman
§   Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien, juntuk memfasilitasi kerjasama klien pada tindakan
§   Perawatan pada daerah pengikatan
-     Pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi
-   Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian secara bergantian setiap dua jam
-     Lakukan perubahan posisi tidur
-     Periksa tanda-tanda vital tiap dua jam
§  Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi eliminasi, hidrasi dan kebersihan diri
§  Libatkan dan latih klien untuk mengontrol prilaku sebelum ikatan dibuka setelah bertahap
§  Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu persatu  secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke lingkungan semula
§  Okumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien



STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah :
perilaku kekerasan
Pertemuan : ke 1(satu)
  1. Proses keperawatan
1. Kondisi : klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena Klien marah-marah, dan mengamuk saat dirumah dan pasien dibawa  ke IGD RSJ menur Surabaya
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan prilaku kekerasan
3.  TUK :
1.    Membina hubungan saling percaya
2.    Mengidentifikasi penyebab marah
  1. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1.      Orentasi
a.    Salam terpeutik
“Selamat pagi, nama saya siti khotijah, panggil saja khotijah, nama ibu siapa, senang di panggil siapa?”
b.    Evaluasi /validasi
“Ada apa di rumah sampai di bawa kemari?”
c.    Kontrak
     Topik :
   “bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang menyebabkan ibu puji marah”
     Tempat :
     “mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau di kamar tamu?”
     Waktu :
     “mau berapa lama? bagaimana kalau 10 menit?”
2.      Kerja
§  Apa yang membuat mbak puji marah-marah dan mengamel-ngomel tidak jelas?
§  Apakah ada yang membuat mbak puji marah atau kesal
§  Apakah sebelumnya mbak puji marah-mara2?
§  Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?

3.      Terminasi
a.   Evaluasi subjektif
Bagaimana perasa’an mb’puji setelah kita berbincang-bincang dengan saya?
b.   Evaluasi objektif
Coba sebutkan 3 penyebab mbak puji marah-marah?
c.   Rencana tindak lanjut
Baiklah waktu kita sudah habis nanti mbak puji coba ingat lagi penyebab mbak puji marah-marah dan mengomel tidak jelas?
d.      Kontrak
§  Topik :
“nanti akan kita bicarakan perasaan mbak puji pada sa’at marah-marah dan cara marah yang biasa mbak puji lakukan?”
§  Tempat :
mau dimana kita bicara ? bagaimana kalau disini?
§  Waktu :
“kira-kira 30 menit lagi ya, sampai nanti”
Masalah :
perilaku kekerasan
Pertemuan : ke 2 (Dua)
A.               Proses keperawatan
1.      Kondisi : klien dapat menyebutkan penyebab marah
2.      Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan prilaku kekerasan
3.      TUK :
3.          Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
4.          Mengidentifikasi perilaku kekerasan  yang biasa dilakukan
5.          Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
B.               Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1.         Orentasi
a.    Salam terpeutik
     “Selamat siang ibu puji!”
b.    Evaluasi/ Validasi
     “Bagaimana perasaan ibu saat ini?”
     “apakah masih ada penyebab kemarahan bu puji yang lain?”
c.    Kontrak
·      Topik : “Baiklah kita akan membicarakan perasaan ibu puji saat sedang marah”
·      Tempat : “Mau dimana? Bagaimana kalu di ruang tamu?”
·      Waktu : “Mau berapa lama? Bagaimana kalu 15 menit saja?”
2.    Kerja
·      “Bu puji, pada saat dimarahi oleh ibunya (salah satu penyebab marah) apa yang bu puji rasakan ?”
·      “Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?”
·       “Lalu apa yang biasanya bu puji lakukan?”
·      “apakah sampai memukul atau marah-marah?”
·      Bu puji coba praktikkan cara marah pak ali pada suster rodi, anggap suster rodi adalah yang membuat bu puji jengkel. Wah bagus sekali!”
·      Nah. Bagaimana perasaaan bu puji setelah memukul meja?”
·      “Apakah masalahnya selesai?”
·      “Apa akibat perilaku ibu”
·      “betul !, tangan tadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya dibawa kerumah sakit!
·      “Bagaimana ibu puji, maukah belajar cara mengungkapkan cara yang benar dan sehat?”.
·      “baiklah, waktu kita sudah habis”
3.    Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
     “bagaimana perasaan bu puji setelah kita bercakap-cakap?”
b.    Evaluasi Objektif
·   “Apa saja tadi yang kita bicarakan?”
·   “Benar, perasaan saat marah apasaja tadi, ya betul, lagi?, lagi? ok”
·   “lalu cara marah yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, ok?”
·   “dan akibat marah apa saja?” ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit”
c.  Rencana Tindakan Lanjut
“Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba iingat-ingat lagi perasaan ibu puji sewaktu marah, dan cara ibu puji marah serta akibat kyang terjadi. Kalau di Rumah sakit yang buat ibu puji marah langsung beri tau suster”
d.    Kontrak
·      Waktu : “besok kita ketemu lagi, jam 09.00 bagaimana cocok?”
·      Tempat : “Bagaimana Kalau disini lagi?”
·      Topik : “Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat sampai besok?”

Masalah :
perilaku kekerasan
Pertemuan : ke 3 (Tiga)
      A.   Proses keperawatan
1.      Kondisi : klien dapat menyebutkan penyebab marah
2.      Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan prilaku kekerasan
3.      TUK : 
4.      Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasa
5.      Mengidentifikasi perilaku kekerasan  yang biasa dilakukan
B.     Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1.    Orentasi
a.    Salam Terapeutik
     “Selamat Pagi Bu Puji!”
b.   Evaluasi Validasi
· “Bagaimana Perasaab bu puji saat ini?” wah bagus!”
· “Apakah ada yang membuat bu puji marah sore dan malam kemarin?”
· “Bagaimana dengan perasaan, cara marah dan akibat marahnya bu puji?” masih ada tmabahan (jika perlu ulang satu-satu)
c.    Kontrak
·   Topik : “Ibu masih ingat apa yang akan kita latih sekarang? Betul kita akan latihan cara marah yang sehat”
·    Tempat : “Mau dimana kita bercakap-cakap?, baik disini saja seperti biasa”
·    Waktu : “Mau berapa lama? Bagaimana kalu 15 menit saja?”
2.    Kerja
·  “ibu ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari 1 (satu) cara?”
·  “Nah, ibu boleh pilih mau latihan nafas dalam atau pukul kasur dan bantal?”
·  “baiklah kita latihan nafas dalam?”
· “jadi kalau ibu lagi kesal dan perasaan sudah mulai nggak enak segera nafas dalam agar cara marah yang lama tidak terjadi”
·  “caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak. Lalu tarik nafas dari hidung dan keluarkan dri mulut!”
·   “coba ikuti suster, tarik dri hidung, ya bagus, tahan sebentar, dan tiup dari mulut. Oke ulang sampai 5 kali?”
3.    Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
     “bagaimana perasaan bu puji setelah kita latihan, ada perasaan plong atau lega?”
b.    Evaluasi Objektif
·  “coba apa yang sudah kita pelajari?”
·  “bagus, berapa kali tarik nafas dalam ?”
·  “ya benar, 5 kali”
c.     Rencana Tindakan Lanjut
·   “Nah berapa kali sehari bu puji mau latihan ? bagaimana kalau 3 kali?
·  “Mau kapan aja? Bagaimana kalau pagi bagun tidur, lalu siang sebelum makan dana malam sebelum tidur”
·   “juga lakukan kalau ada yang membuat kesal”
·  “bagaimana kalau kita buat jadwal kegiatannya? Baik, nanti kalau sudah dijalankan di cek list. Nah ini caranya.
d.    Kontrak
·  Waktu : “Nah waktu kita sudah habis, nanti siang kita belajar cara lain?”
·  Tempat : “mau jam berapa? Bagaimna kalau jam 11:00?”
·  Topik : “mau dimna?? Disini lagi baik, sampai nanti”

Askep Jiwa In Action at Menur (Praktik Klinik Keperawatan Jiwa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar